Jumat, 30 November 2012

Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah terutama batugamping dan dolomit.
Karbonat mempunyai keistimewaan dalam cara terbentuknya, yaitu hanya dari larutan, praktis tidak ada sebagai detritus daratan. Pembentukan batuan karbonat secara kimia, tetapi yang penting adalah turut sertanya organisme di dalam batuan karbonat.
Ada 5 (lima) mekanisme penting yang dapat menerangkan bagaimana terjadinya pengendapan CaCO3 dan bertambahnya CO2 yang dapat terlarut dalam air (Blatt, 1982).
1. Bertambahnya suhu dan penguapan. Dari semua gas yang ada, hanya sedikit yang dapat larut dalam air panas dan hal ini yang menyebabkan mengapa batuan karbonat terbentuk hanya pada laut di daerah tropis dan subtropis, jarang didapatkan pada daerah dingin dekat kutub atau pada daerah laut dalam.
2. Pergerakan air. Bergerak air yang disebabkan oleh angin atau badai akan mengakibatkan kalsium dari organisme pembentuk karang dan lumpur karbonat bergerak berpindah ke atas permukaan air.
3. Penambahan salinitas. Karbon dioksida kurang larut dalam air garam bila dibandingkan dengan daya larutnya dalam air tawar, sehingga dengan bertambahnya salinitas akan menyebabkan karbon dioksida terbebas. Bertambahnya salinitas biasanya akibat dari penguapan dan dapat menambah jumlah kalsium sebanding dengan jumlah ion karbon.
4. Aktivitas organik. Alga dan koral mempunyai proses yang berbeda satu sama lain namun saling membutuhkan dimana alga menghirup karbon dioksida dan akan mengeluarkan oksigen selama berlangsungnya proses fotosintesa, sedangkan koral menghirup O2 dan akan mengeluarkan CO2.
5. Perubahan tekanan. Air hujan mengandung sejumlah karbon dioksida mengikat jumlah udara yang banyak, selanjutnya air hujan tersebut masuk dan melewati zona tanah dengan tekanan karbon dioksida lebih besar dibandingkan di atmosfir, akibatnya air tanah menjadi kaya akan karbon dioksida. Bila air tanah tersebut masuk ke dalam sebuah gua maka karbon akan larut dalam air dan menyebabkan terbentuknya kenampakan seperti stalaktit dan stalagmit.
Hal lain adalah terbentuknya tekstur klastik pada batuan karbonat sebagai fragmentasi atau pembentukan sekunder (contoh : oolith), dan pengendapannya menyerupai detritus.

Tekstur
Pada umumnya yang menjadi unsur-unsur tekstur adalah:
1. Matriks
2. Semen Kalsit
3. Butir
4. Kerangka organik
5. Kehabluran/crystalinity
Tekstur batuan karbonat dapat dibagi sebagai berikut :
1. Tekstur Primer
a. Kerangka Organik
Tekstur ini disusun oleh material-material yang berasal dari kerangka organik atau “skeletal” dalam pengertian Nelson, atau “frame builder”.
b. Klastik/Butiran
Tekstur ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
 Tekstur Bioklastik
Terdiri dari fragmen-fragmen ataupun cangkang-cangkang binatang, yang berupa klast (pernah lepas-lepas) : cocquina, foraminifera, keral (lepas-lepas).
 Tekstur Intraklastik/ fragmen non organik
Dibentuk di tempat atau ditransport, tetapi jelas hasil fragmentasi dari batuan atau sedimen gamping sebelumnya.
 Tekstur Chemiklastik/ non fragmental
Butir-butir yang terbentuk di tempat sedimentasi karena proses coagulasi, akresi, penggumpalan dan lain-lain. Contoh : oolith, pisolite.
c. Massa Dasar
Tekstur ini disusun oleh butir-butir halus dari karbonat yang terbentuk pada waktu sedimentasi.
Dalam tekstur primer, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
 Ukuran Butir
Ukuran butir batuan karbonat sering dipergunakan dengan mengggunakan sistem tersendiri, tetapi hal ini tidak dianjurkan. Adapun klasifikasi ukuran butir yang dipakai adalah klasidikasi ukuran butir dan tatanama dari Folk, 1961 yang didasarkan pada klasifikasi Grabau, 1912.
 Bentuk Butir
Bentuk butir juga penting dalam mempelajari batugamping terutama memperlihatkan energi dalam lingkungan pengendapan.
Untuk bioklastik dibedakan secara extreme :
- Cangkang-cangkang yang utuh atau fragmen kerangka yang utuh/bekas pecahan jelas
- Yang telah terabrasi/bulat.
Untuk Chemiklastik dibedakan atas :
- Spheruidal
- Ovoid
Untuk batugamping kerangka :
- Kerangka pertumbuhan (grothframework)
- Kerangka pergerakan (encrustation)
 Matriks (massa dasar)
Yaitu butir-butir halus dari karbonat yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada waktu sedimentasi. Matriks ini dapat dihasilkan dari pengendapan langsung sebagai jarum aragonit secara kimiawi/biokimiawi, yang kemudian berubah menjadi kalsit (?). Juga terbentuk sebagai hasil abrasi, yaitu batugamping yang telah dibentuk, misalnya koral dierosi dan abrasi kembali oleh pukulan-pukulan gelombang dan merupakan tepung kalsit.
 Hubungan Matriks dan Butiran
Lumpur gamping sangat penting untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Karena butiran batugamping terbentuk secara lokal, maka adanya matriks di antara butiran adalah indikator bagi lingkungan pengendapan air tenang. Berdasarkan hal ini, Dunham membuat klasifikasi karbonat.
2. Tekstur Sekunder atau Tekstur Diagenesa
Tekstur sekunder pada umumnya adalah tekstur hablur yang didapat pada sebagian batuan ataupun meliputi keseluruhan. Tekstur sekunder ini terbentuk apabila batuan karbonat yang terbentuk sebelumnya mengalami proses diagenesa. Proses-proses diagenesa meliputi :
a. Pengisian pori dengan lumpur gamping
b. Mikritisasi oleh ganggang
c. Sementasi
d. Pelarutan
e. Polimorfisme
f. Rekristapisasi
g. Pengubahan/pergantian (replacement)
h. Dolomitisasi
i. Silisifikasi

           pembentukan mineral karbonat tidak lepas dari kondisi air (tawar dan asin) dimana batuan karbonat tersebut terbentuk. Walaupun mineral karbonat dapat terbentuk pada air tawar dan laut, namun informasi banyak diperoleh dari kondisi air laut.

Terdapat variasi kedalaman laut (hingga ribuan meter) dimana mineral-mineral karbonat dapat terbentuk, namun produktifitas terbentuknya mineral karbonat hanya pada wilayah dimana cahaya matahari dapat tembus (Light saturation zone). Tingkat produktifitas mineral karbonat paling tinggi yaitu pada kedalaman 0 – 20 meter (Gambar 1) dimana cahaya matahari efektif menembus kedalaman ini.


Gambar 2.1 Penampang yang memperlihatkan hubungan produksi mineral karbonat terhadap kedalaman laut (Tucker & Wright, 1990).



Selain kedalaman laut, produktifitas mineral karbonat juga ditentukan oleh organisme penyusun batuan karbonat. Beberapa jenis organisme mempunyai komposisi mineral karbonat yang tertentu seperti koral yang umum dijumpai sebagi penyusun batuan karbonat modern memiliki komposisi mineral aragonit, sedangkan organisme lainnya seperti algae, foraminifera umumnya tersusun oleh mineral kalsit (Tabel 1).


Tabel 1 Komposisi mineral setiap organisme yang umum dijumpai pada batuan karbonat modern. (Sumber: Flügel, 1982).

Indikasi organisme tersebut sebenarnya juga menjadi indikasi lingkungan pengendapan yang paling baik. Hal ini juga berlaku jika ditinjau dari segi mineralogi organisme tersebut. Koral misalnya yang berkomposisi aragonit, dimana aragonit hanya ditemukan pada kedalaman hingga 2000 meter, maka dapat dikatakan bahwa koral yang menyusun batuan karbonat umumnya pada lingkungan laut dangkal.

MINERAL UTAMA PENYUSUN BATUAN KARBONAT

Menurut Milliman (1974), Folk (1974) dan Tucker dan Wright (1990) mengungkapkan bahwa mineral karbonat yang penting menyusun batuan karbonat adalah aragonit (CaCO3), kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Selain mineral utama tersebut beberapa mineral sering pula dijumpai dalam batuan karbonat yaitu magnesit (Mg CO3), Rhodochrosite (MnCO3) dan siderit (Fe CO3) (Tabel 2).


Tabel 2 Sifat petrografis mineral pembentuk batuan karbonat (Flügel (1982)

Aragonite
Calcite
(Low-Mg Calcite)
Mg- Calcite
(High-Mg Calcite)
Dolomite
Rumus Kimia
CaCO3
CaCO3
CaCO3
CaMg(CO3)2
Sistem Kristal
rhombik
Hexagonal (rhombohedral) crystal
trigonal
Trace elemen yang umum
Sr, Ba, Pb, K
Mg, Fe, Mn, Zn, Cu
Fe, Mn, Zn, Cu
Mol% MgCO3
-
< 4
> 4 s/d  > 20
40 - 50
Indeks refraksi ganda
0,155
0,172
0,177
Berat jenis
2.94
2,72
2,86
Kekerasan
3,5 - 4
3
3,5 - 4
Kenampakan kristal
Umumnya dalam bentuk acicular (fibrous) micrite
Sering dalam bentuk isometric (sparry calcite) micrite
Micrite, sering dalam bentuk acicular (fibrous)
Sering dalam bentuk isometric (sparry dolomite) micrite
Pembentukan
Dominan pada lingkungan laut dangkal
Dominan pada lingkungan laut dalam, umum pada lingkungan air tawar
Dominan pada lingkungan laut dangkal
Utamanya pada lingkungan laut sangat dangkal (transisi)
 
Jenis mineral yang umum dijumpai tersebut mempunyai kharakteristik yang tidak jauh berbeda seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas. Walaupun ketiganya umum dijumpai pada batuan karbonat namun yang paling umum adalah kalsit hususnya untuk batuan-batuan tua. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan atau diagenesa dimana mineral aragonit cenderung berubah menjadi kalsit.

Bentuk kristal dari mineral kalsit dikontrol oleh kandungan Mg++ dalam air dan bentuk ikatan kimianya dengan Ca. Semakin besar kandungan Mg++ maka bentuk kristalnya cenderung kurus dan panjang seperti jarum dan sebaliknya cenderung memipih (Gambar 2).

Gambar 2 Bentuk kristal mineral kalsit yang dikontrol oleh kondisi air (dikutip dari Folk, 1972).

Struktur dasar yang umum dalam mineral karbonat adalah grup CO3. struktur ini memiliki 3 atom oksigen dengan pusat kristal pada atom C. ikatan ini merupakan ikatan yang relatif lebih kuat dibanding dengan ikatan kimia lainnya dalam mineral karbonat (Tucker dan Wright, 1990). Bentuk struktur kristal dari ketiga mineral utama karbonat seperti disebutkan pada tabel 2 digambarkan dalam tiga dimensi untuk menjelaskan lapisan-lapisan setiap unit (Gambar 3).

Khusus untuk kalsit dan dolomit mempunyai kesamaan system kristal tetapi berbeda secara struktur. Pada kalsit terdapat perselingan lapisan antara atom Ca dan kelompok CO3. Setiap kelompok CO3 dalam satu lapisan mempunyai orientasi 180O terhadap lapisan didekatnya (Gambar 2.3).


Gambar 3 Morfologi kristal mineral karbonat (kalsit dan dolomit).

Ketiga mineral utama tersebut mempunyai lingkungan pembentukan tersendiri. Mineral aragonit terbentuk pada lingkungan yang mempunyai temperatur tinggi dengan penyinaran matahari yang cukup, sehingga batuan karbonat yang tersusun oleh komponen dengan mineral aragonit merupakan produk laut dangkal dengan kedalaman sekitar 2000 meter, namun perkembangan maksimum adalah hingga kedalaman 200 meter. Sedangkan mineral kalsit merupakan mineral yang stabil dalam air laut dan dekat permukaan kulit bumi. Mineral kalsit tersebut masih bisa ditemukan hingga kedalam laut mencapai 4500 meter (Gambar 2.4).

Dolomit adalah mineral karbonat yang stabil dalam air laut dan dekat permukaan. Dolomit menurut sebagian ahli merupakan batuan karbonat yang terbentuk oleh hasil diagenesa batuan yang telah ada. Dengan demikian maka dolomit hanya umum dijumpai pada daerah evaporasi atau transisi.

Wilayah atau kedalaman dimana mineral aragonit mulai melarut pada kedalaman sekitar 600 meter disebut lysocline dan pada kedalaman sekitar 2000 meter merupakan zona dimana aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai Aragonite Compensation Depth (ACD). Sedangkan mineral kalsit mulai melarut pada kedalaman sekitar 3000 meter dan pada kedalaman sekitar 4200 meter tidak ditemukan lagi mineral karbonat atau disebut Calcite Compensation depth (CCD) (Gambar 4).

Gambar 4 Diagram yang memperlihatkan posisi relatif mineral aragonit dan kalsit terhadap kedalaman air laut dan tingkat solubilitas mineral yang ditunjukkan oleh garis ACD dan CCD pada daerah tropis. Pembagian zona menjadi 4 zona yaitu zona presipitasi (I), zona dissolusi parsial (II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak ditemukan lagi mineral karbonat (IV).

Terjadinya perbedaan tersebut tidak hanya terjadi oleh karena perbedaan sinar matahari yang bisa masuk tetapi juga disebabkan oleh temperatur air laut, kandungan Mg2+, saturasi dari konsentrasi CO32- serta fisiologi biotanya (Tucker dan Wright, 1990).

Diagram yang diperlihatkan pada gambar 4 di atas secara berangsur berubah atau mendangkal seiring dengan perubahan latitude, damana semakin ke arah kutup, maka zona-zona tersebut semakin mendangkal (Gambar 5). Perubahan tersebut terjadi oleh perbedaan cahaya matahari yang bisa masuk kedalam air laut. Kedalaman air laut yang bisa tertembus oleh sinar matahari semakin tinggi pada posisi dekat dengan equator atau khatulistiwa. Oleh karena itu pada daerah-daerah equatorial merupakan wilayah yang menjadi tempat berkembangnya terumbu modern yang baik. Sebaliknya zona yang menjauh dari daerah equatorial maka kedalaman air yang dapat ditembus oleh cahaya matahari semakin dangkal sehingga semakin kurang baik perkembangan terumbunya.


Gambar 5 Diagram yang memperlihatkan posisi relatif zona presipitasi (I), zona dissolusi parsial (II), zona dissolusi aktif (III) dan zona dimana tidak ditemukan lagi mineral karbonat (IV) terhadap latitude.

Khusus untuk daerah tropis, pembagian zona tersebut CCD mencapai kedalaman laut sekitar 4500-an meter atau hingga laut dalam (deep sea). Jika zona- zona tersebut diintegrasikan dengan panampang lingkungan pengendapan laut secara dua dimensi (Gambar 6), maka zona dimana masih bisa ditemukan adanya mineral kalsit termasuk kedalam laut dalam (deep sea) pada zona III.

Gambar 6 Diagram yang memperlihatkan hubungan antara zona-zona mineral karbonat terhadap lingkungan pengendapan pada laut modern

Dalam dunia karbonat, ada beberapa mineral penting dan umum didapati dalam batuan karbonat, atau dalam bahasa lainnya batugamping. Mineral ini sangat penting untuk dipelajari kalau Anda sekalian ingin mendalami dunia karbonat. Atau setidaknya akan berhadapan dengan karbonat di lapangan baik dalam studi kuliah lapangan ataupun pemetaan geologi.
1. Aragonite (CaCO3)
Kristal Orthorombik, mineral karbonat yang paling labil, berbentuk jarum atau serabut, umumnya diendapkan secara kimiawi langsung dari presipitasi air laut.
2. Kalsit (CaCO3)
Kristal Hexagonal, mineral batuan karbonat yang lebih stabil, biasanya merupakan hablur kristal yang bagus dan jelas. Dijumpai sebagai hasil dari rekristalisasi Aragonite, serta sebagai semen pengisi ruang antar butir dan rekahan. Sangat umum dijumpai dalam batugamping.
3. Dolomit (CaMg (CO3)2)
Mineral ini mirip banget sama mineral kalsit, namun secara petrografis memiliki indeks refraksi yang berbeda. Mineral ini bisa terjadi langsung karena presipitasi air laut, tepi lebih seringnya karena replacement mineral kalsit.
4. Magnesit (MgCO3)
Kristal Hexagonal, dapat terjadi akibat pergantian mineral kalsit dan dolomit, namun sering terjadi akibat dari rombakan batuan yang memiliki kandungan magnesiun silikat.
Terdapat mineral-mineral karbonat lainnya yang sengaja tidak dijelaskan karena kurang memiliki arti penting, yaitu: Siderit, Ankerit, Rodokrosit, dan sebagainya.
Terdapat beberapa istilah penting yang cukup penting diketahui tentang batugamping atau karbonat:
1. Endapan Karbonat (“Carbonate Deposite”)
“Carbonate Sediment” merupakan endapan karbonat yang belum terkonsolidasi, terbentuk secara insitu oleh organik dan presipitasi inorganik dari larutan atau terjadi dari akumulasi partikel-pertikel rombakan karbonat.
2. Batugamping (“Limestone”)
Batuan karbonat yang hampir seluruhnya kalsium karbonat (CaCO3), atau secara spesifik adalah batuan karbonat yang mengandung lebih dari 95% kalsit dan kurang dari 5% dolomit.
3. Batugamping Dolomit (“Dolomitic Limestone”)
Batugamping yang mengandung 10-50% dolomit dan 50-90% kalsit.
4. Dolomit Kalsit (“Calcitic Dolomite”)
Batuan Dolomit yang mengandung 10-50% kalsit dan 50-90% dolomit.
5. Dolomit (batuan sedimen) atau Dolostone (istilah yang tidak diusulkan)
Batuan sedimen karbonat yang dominan mengandung mineral dolomit (lebih dari 50%); secara spesifik merupakan batuan sedimen karbonat yang mengandung lebih dari 90% mineral dolomit dan kurang dari 10% mineral kalsit.
6. Batugamping Kristalin (“Crystaline limestone”)
Batugamping yang dominan terdiri dari kristal.
7. Tufa (“Calcareous Tufa; Calc Tufa”)
Merupakan suatu spongi, batuan karbonat yang porous, diendapkan sebagai lapisan tipis di permukaan, di dekat mata air (Springs) dan sungai (rivers).
Dalam penentuan nama batuan karbonat kita bisa menggunakan Klasifikasi dari Dunham:


Dunham Classification
Dunham Classification
The Dunham (1962) classification of limestones according to depositional texture, as modified by Embry and Klovan (1971).
The Dunham (1962) classification of limestones according to depositional texture, as modified by Embry and Klovan (1971).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar