Pembagian Sistem Proyeksi Peta
Secara garis besar sistem proyeksi peta bisa dikelompokkan berdasarkan pertimbangan ekstrinsik dan intrinsik.
1. Pertimbangan Ekstrinsik:
Bidang proyeksi yang digunakan:
- Proyeksi azimutal / zenital: Bidang proyeksi bidang datar.
- Proyeksi kerucut: Bidang proyeksi bidang selimut kerucut.
- Proyeksi silinder: Bidang proyeksi bidang selimut silinder.
Persinggungan bidang proyeksi dengan bola bumi:
- Proyeksi Tangen: Bidang proyeksi bersinggungan dengan bola bumi.
- Proyeksi Secant: Bidang Proyeksi berpotongan dengan bola bumi.
- Proyeksi "Polysuperficial": Banyak bidang proyeksi
Posisi sumbu simetri bidang proyeksi terhadap sumbu bumi:
- Proyeksi Normal: Sumbu simetri bidang proyeksi berimpit dengan sumbu bola bumi.
- Proyeksi Miring: Sumbu simetri bidang proyeksi miring terhadap sumbu bola bumi.
- Proyeksi Traversal: Sumbu simetri bidang proyeksi ^ terhadap sumbu bola bumi.
2. Pertimbangan Intrinsik:
Sifat asli yang dipertahankan:
- Proyeksi Ekuivalen: Luas daerah dipertahankan: luas pada peta setelah disesuikan dengan skala peta = luas di asli pada muka bumi.
- Proyeksi Konform: Bentuk daerah dipertahankan, sehingga sudut-sudut pada peta dipertahankan sama dengan sudut-sudut di muka bumi.
- Proyeksi Ekuidistan: Jarak antar titik di peta setelah disesuaikan dengan skala peta sama dengan jarak asli di muka bumi.
Cara penurunan peta:
- Proyeksi Geometris: Proyeksi perspektif atau proyeksi sentral.
- Proyeksi Matematis: Semuanya diperoleh dengan hitungan matematis.
- Proyeksi Semi Geometris: Sebagian peta diperoleh dengan cara proyeksi dan sebagian lainnya diperoleh dengan cara matematis.
Klasifikasi dan Pemilihan Proyeksi Peta
Proyeksi Peta dapat diklasifikan menurut bidang proyeksi yang digunakan, posisi
sumbu simetri bidang proyeksi, kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, dan ketentuan
geometrik yang dipenuhi.
Menurut bidang proyeksi yang digunakan
Bidang proyeksi adalah bidang yang digunakan untuk memproyeksikan gambaran
permukaan bumi. Bidang proyeksi merupakan bidang yang dapat didatarkan. Menurut
bidang proyeksi yang digunakan, jenis proyeksi peta adalah:
- Proyeksi Azimuthal
Bidang
proyeksi yang digunakan adalah bidang datar. Sumbu simetri dari
proyeksi ini adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus
terhadap bidang proyeksi
- Proyeksi Kerucut (Conic)
Bidang
proyeksi yang digunakan adalah kerucut. Sumbu simetri dari proyeksi ini
adalah sumbu dari kerucut yang melalui pusat bumi.
- Proyeksi Silinder (Cylindrical)
Bidang
proyeksi yang digunakan adalah silinder. Sumbu simetri dari proyeksi
ini adalah sumbu dari silinder yang melalui pusat bumi.
Menurut posisi sumbu simetri bidang proyeksi yang digunakan
Menurut posisi sumbu simetri bidang proyeksi yang digunakan, jenis proyeksi peta adalah:
- Proyeksi Normal (Polar): Sumbu simetri bidang proyeksi berimpit dengan sumbu bumi
- Proyeksi Miring (Oblique): Sumbu simetri bidang proyeksi membentuk sudut terhadap sumbu bumi
- Proyeksi Transversal (Equatorial): Sumbu simetri bidang proyeksi tegak lurus terhadap sumbu bumi
Proyeksi Konform
Besar
sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta sama dengan
besar sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi, sehingga dengan
memperhatikan factor skala peta bentuk yang digambarkan di atas peta
akan sesuai dengan bentuk yang sebenarnya di permukaan bumi.
Proyeksi Ekuivalen
Luas
permukaan yang digambarkan di atas peta sama dengan luas sebenarnya di
permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
Proyeksi Peta yang umum dipakai di Indonesia
Proyeksi Polyeder
Proyeksi Polyeder adalah proyeksi kerucut normal konform. Pada proyeksi ini, setiap
bagian derajat dibatasai oleh dua garis paralel dan dua garis meridian yang masing-masing
berjarak 20′. Diantara kedua paralel tersebut terdapat garis paralel rata-rata yang disebut
sebagai paralel standar dan garis meridian rata-rata yang disebut meridian standar. Titik
potong
antara garis paralel standar dan garis meridian standar disebut sebagi
‘titik . Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan
dua digit angka. Digit pertama yang menggunakan angka romawi menunjukan letak garis
sedangkan digit kedua yang menggunakan angka arab menunjukangaris meridian standarnya (λ 0).
Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah :
Paralel standar : dimulai dari I (ϕ 0 = 6°50′ LU) sampai LI (ϕ 0 =10°50′ LU)
Meridian standar : dimulai dari 1 (λ 0 =11°50′ BT) sampai 96 (λ 0 =19°50′ BT)
Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta
(λ Jakarta =106°48′ 27′′,79 BT)
SISTEM KOORDINAT
Jika
membicarakan proyeksi kita sering membicarakan Sistem Koordinat. Sistem
koordinat merupakan suatu parameter yang menunjukkan bagaimana suatu
objek diletakkan dalam koordinat. Ada tiga system koordinat yang
digunakan pada pemetaan yakni :
1.Sistem Koordinat 1 Dimensi : satu sumbu koordinat
2.Sistem Koordinat 2 Dimensi.
3.Sistem Koordinat 3 Dimensi.
Kalau
kita memperhatikan sebuah peta, kita akan melihat garis-garis membujur
(menurun) dan melintang (mendatar) yang akan membantu kita untuk
menentukan posisi suatu tempat di muka bumi.Garis-garis koordinat
tersebut memiliki ukuran (dalam bentuk angka) yang dibuat berdasarkan
kesepakatan. Perpotongan antara garis bujur dan garis lintang yang
disebut dengan koordinat peta.
Sistem
Koordinat merupakan kesepakatan tata cara menentukan posisi suatu
tempat di muka bumi ini. Dengan adanya sistem koordinat, masyarakat
menjadi saling memehami posisi masing- masing di permukaan bumi. Dengan
sistem koordinat pula, pemetaan suatu wilayah menjadi lebih mudah.
Saat
ini terdapat dua sistem koordinat yang biasa digunakan di Indonesia,
yaitu system koordinat BUJUR- LINTANG dan sistem koordinat UTM
(Universal Transverse Mercator). Tidak semua sistem koordinat cocok
untuk dipakai di semua wilayah. Sistem koordinat bujur-lintang tidak
cocok digunakan di tempat-rempat yang berdekatan dengan kutub sebab
garis bujur akan menjadi terlalu pendek. Tetapi, kedua sistem koordinat
tersebut cocok digunakan di Indonesia.
Sistem
koordinat bujur-lintang (atau dalam bahasa Inggris disebut
Latitude-Longitude), terdiri dari dua komponen yang menentukan, yaitu :
- Garis dari atas ke bawah (vertikal) yang menghubungkan kutub utara dengan kutub selatan bumi, disebut juga garis lintang (Latitude).
- Garis mendatar (horizontal) yang sejajar dengan garis khatulistiwa, disebut juga garis bujur (Longitude).
Sistem Koordinat UTM (Universal Transverse Mercator)
Koordinat
Universal Transverse Mercator atau biasa disebut dengan UTM, memang
tidak terlalu dikenal di Indonesia karena lebih sering menggunakan
koordinat bujur-lintang.
Pembagian Zona Dalam Koordinat UTM
Seluruh
wilayah yang ada di permukaan bumi dibagi menjadi 60 zona bujur. Zona 1
dimulai dari lautan teduh (pertemuan antara garis 180 Bujur Barat dan
180 Bujur Timur), menuju ke timur dan berakhir di tempat berawalnya zona
1. Masing-masing zona bujur memiliki lebar 6 (derajat) atau sekitar 667
kilometer. Garis lintang UTM dibagi menjadi 20 zona lintang dengan
panjang masing-masing zona adalah 8 (derajat) atau sekitar 890 km. Zona
lintang dimulai dari 80 LS - 72 LS diberi nama zona C dan berakhir pada
zona X yang terletak pada koordinat 72 LU - 84 LU. Huruf (I) dan (O)
tidak dipergunakan dalam penamaan zona lintang. Dengan demikian penamaan
setiap zona UTM adalah koordinasi antara kode angka (garis bujur) dan
kode huruf (garis lintang). Sebagai contoh kabupaten Garut terletak pada
zona 47M dan 48M, Kabupaten Jember terletak di zona 49M.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Koordinat UTM
Berikut ini adalah beberapa kelebihan koordinat UTM :
- Proyeksinya (sistem sumbu) untuk setiap zona sama dengan lebar bujur 6 .
- Transformasi koordinat dari zona ke zona dapat dikerjakan dengan rumus yang sama untuk setiap zona di seluruh dunia.
- Penyimpangannya cukup kecil, antara... -40 cm/ 1000m sampai dengan 70 cm/ 1000m.
- Setiap zona berukuran 6 bujur X 8 lintang (kecuali pada lintang 72 LU-84 LU memiliki ukuran 6 bujur X 12 lintang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar